Tuesday, 2 April 2019

Biografi Imam Ibnu Taimiyah dalam Buku Buya Hamka

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالميىن و الصلاة و السلام على أشرف الأنبياء و المرسلين و على آله و صحبه أجمعينز
Beberapa hari yang lalu saya menemukan sebuah foto yang diunggah oleh Al-Ustadz Rikrik Aulia Rahman dalam halaman facebooknya. Foto itu merupakan sebuah halaman buku Buya Hamka rahimahullah yang berjudul "Lembaga Hikmat". Dalam buku tersebut Buya Hamka menulis biografi seorang ulama besar yang bernama Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani (أبو عباس تقي الدين أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله ابن تيمية الحراني) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimyah rahimahullah. Tentunya hal ini merupakan hal yang menarik buat saya, karena ternyata ada ulama besar dalam negeri ini yang mengenal Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyah. Bahkan beliau sampai menuliskan biografinya dalam salah satu bukunya.

Biografi Ibnu Taimiyah oleh Buya Hamka
Saya akan menuliskan kembali biografi Imam Ibnu Taimiyah yang tertulis dalam buku Lembaga Hikmat. Saya berusaha untuk menulis apa adanya seperti apa yang ada dibuku, Namun saya juga akan memasukkan komentar atau tanggapan pribadi saya dengan menggunakan tanda { }. Karena Buya Hamka masih menggunakan ejaan lama dalam tulisannya, maka tulisan-tulisannya tidak menggunkan kaidah-kaidah penulisan seperti yang kita pakai saat ini, dan tentu agak sulit dipahami bagi yang tidak terbiasa membaca ejaan lama. Saya berharap apa yang saya tulis kembali di blog ini dicatat sebagai sebuah kebaikan disisi Allah, dan saya juga berharap masyarakat Indonesia bisa sepenuhnya mengetahui siapa Imam Ibnu Taimiyah yang sebenarnya.


Bab XIII
IBNU TAIMIJAH

     Pada achir tahun 728 Hidjrah, dalam sebuah benteng besar dikota Damaskus, tekurunglah seorang Imam ikutan Muslimin, seorang tua jang usianja tak kurang dari 70 tahun. Ia sedang mengerang menanggung sakit, dibelenggu dalam pendjara, terpentjil seorang diri.
     Jang mengurungja{mungkin maksudnya menemaninya} hanjalah seorang muridnja jang setia, sahabatnja dalam faham dan murid dalam ilmu, jaitu: Ibnu Qojjim.
     Amat sedih rasa hatinja, bukanlah oleh karena ia dipendjarakan ; karena baginja pendjara adalah tetirah, kurungan adalah tempat chalwat dan munadjat, tempat mengingat Tuhan. Ia berkata: ,,Orang jang terkurung ialah jang dikurung setan, dan jang sebenar terpendjara ialah jang dipendjarakan hawa nafsunja". Ia bersedih bukan lantaran itu!
     Jang sangat mengetjewakan hatinja ialah, ia merasa se-olah2 tanganja dipotong. Selama dalam bui ia tak boleh menulis dan membatja, kitab2 jang mulanja diizinka dibawa kependjara sekarang dibeslah dan dikeluarkan kembali. Pemerintah jang berkuasa tak meninggalkan bekas2nja sedikitpun, walau setetes tinta atau setjarik kertas dan sebatang qalam. Keluh kesahnja itu dituliskanja didiniding pendjara dengan sepotong arang (bara) demikian bunjinja: ,Kitab2ku dikeluakan kembali dari kamar pendjaraku, hal itu adalah hukuman jang paling kedjam".
     Setelah tak dapat menulis lagi, dihabiskannjalah harinja dengan berfikir dan tilawat. Selama dalam bui, menurut keterangan sahabatnja atau muridnja itu, ia chatam Quran 80 kali dan telah akan masuk 81 kali, tetapi ketika sampai pada ; ...................Sesungguhnja orang jang Muttaqin itu akan duduk dalam surga dan sungai2 jang mengalir dibawahnja, didalam  kedudukan jang benar, pada sisi Tuhan jang maha kuasa..............." Ia tak dapat lagi meneruskan: Sjech itu telah djatuh sakit, lamanya 20 hari atau lebih.
     Orang banyak tak tahu bahwa beliau sakit pajah. Tetapi setelah tukang azan benteng menjerukan dari menara bahwa Sjech itu telah pindah dari alam fana ke alam baqa, barulah orang banjak di Damaskus terkedjut. Maka orangpun menundjukkan perhatian besar atas kematian itu.
     Banjak orang minta izin masuk untuk melihat djenazah. Sebelum majit dimandikan, orang telah berdujun-dujun duduk kedekatnya : ada jang menangis, ada jang meratap dan ada jang mengambil berkat melihat wadjahnja, dan ada djuga jang mentjium. Bahkan orang2 perempuanpun demikian pula.
     Waktu sahur, malam ke 20 dari bulan Zulkaidah, dikiburkanlah majatnja, dan disembahjangkan di mesdjid Djami' dikota Damsjik. Menurut riwayat, banjak sekali orang mengantarkannja kepusara, paling sedikit 50.000 orang. Banjak orang jang meminum air mandinja ; para ahli sjair meratapinja.
     Zainudin Umar Wardi berkata dalam sjairnja meratapi Imam besar itu demikian bunjil: ,,Tidakkah ada  lagi orang2 bidjaksana dalam negeri ini, karena mempendjarakan orang sebesar dia (Imam) didjadikan permainan?"
     Orang itu ialah Sjaichu'l Islam Taqijuddin Abul Abbas Ibnu Taimijah. Beliau dipendjarakan dalam benteng di Damaskus dua tahun lamanya ; dituduh salah faham ; tuduhan seperti jang ditanggungkan oleh muridnja Ibnu Qojjim dan kemudian oleh Muhammad Ibnu Abdil Wahab, tuduhan seperti jang ditanggung oleh Kyahi A.H Dahlan di Djawa. Disebabkan kefanatikan pemegang hukum, rasa kasihan tak ada lagi. Seorang jang telah tua, dengan badannja jang telah lemah dibenam dalam pendjara. Tak ada jang membela: semua diam. Hanja setelah majatnja dikeluarkan dari pendjara, barulah si Djumad meminum bekas air memandikan tubuhnja. Inilah bekas dari kerusakan budi suatu ummat dan kerendahan perasaan karena tipu daja nafsu keduniaan, jaitu sedjak penjerangan Richard Lion Heart kenegeri-negeri Islam dengan nama perang salib, bertali dengan kelemahan semangat bekas penjerangan Moghul dan Tartar dahulu.
     Dia lahir kedunia diqurun ke 7, kurun jang penuh kegontjangan. Maka kegonjtangan itulah jang memupuk pertumbuhan pribadinja sedjak ketjil hingga tuanja. Ia dilahirkan di Harraan pada bulan Rabi'ul Awal tahun 661 Hidjrah (22 Januari 1263 Miladijah) dari satu keluarga ahli ilmu agama. Ajahnja sendiri Sjihabuddin Abu Ahmad Halim Ibnu Taimijah seorang alim besar.
     Hafiz as-Zahabi berkata tentang diri beliau : Adalah beliau ini seorang Imam Muhaqiq, banjak ragam ilmunja, ia meninggal  pada tahun 682 Hidjrah. Neneknja ialah Sjaichul Islam, Madjdudin Abul Barakat, Abbus Salam Ibnu Taimijah, seorang Hafidh Hadits jang ternama.
     Zahabi menjaksikan pula tentang neneknja : ,,Dizamannja tak ada bandingannja, kepala dalam fiqhi dan ushul, banjak karangannja, masjhur namanja dan didengar suaranja".
     Beliau djuga berfatwa menurut keterangan Ibnu Radja  didalam Thabaqatnja, bahwa tiga thalak jang didjatuhkan dalam satu madjelis hanja satu jang djatuh. Neneknja ini (Madjduddin) meninggal tahun 652 Hidjrah. Sehari sebelum ia wafat, wafat istrinja, anak ajah ketjilnja jang bergelar Ummul Badr. Pada tahun 667 ajah Ibnu Taimijah jang kita tarichkan ini pindah dengan sekalian ilmunja ke Damaskus, karena takut pada kezaliman bangsa Moghul. Karena tak ada binatang kendaraan , maka barang2 mereka bawa dengan gerobak tolak, penuh dengan kitab2 jang didjaga dengan hati2 oleh laki2 dan perempuan. Dengan segala susah pajah, mereka sampai djuga di Damsjik dengan kitab2nja itu.
     Di Damsjiklah Taqijuddin Ibnu Taimijah mulai mempeladjari ilmu dari ajahnja sendiri dan dari guru2 jang lain. Seorang diantara gurunja ialah 'alim perempuan : Zainab binti Makki.
     Hatinja terang, otaknja tjerdas, gurunja (Sjechnja) lebih dari seratus orang banjaknja. Ia lekas hafal, kuat ingatan dan lekas faham. Tidak pernah kenjang dengan ilmu : tak osan membatja, dan tak segan2 mentjari penghidupan sendiri, tidak mengharap bantuan orang lain.
Sedjak ketjilnja dia sederhana dalam hal makan dan minum, pakaian dan kediaman, dan selama hidupnja ia tak pernah beristirahat. Sebagai kita lihat djuga pada said Djamaluddin Al Afghani.
     Setelah ajahnja meninggal tahun 681, (Ajahnja seorang ulama Hambali jang terkenal), dialah jang menggantikan mengadjarkan ilmu fiqhi dalam mazhab Hambali dan mengadjarkan tafsir Qur'an. Dalam tahun 691 Ia naik hadji.
     Apakah sebabnja Ibnu Taimijah sampai sekarang banjak ditjela sehingga Ulama2 jang hanja membatja kitab Ibnu Hadjar Al Haitami selalu membusukkannja dan bahkan ada orang jang mengatakannja kafir?
     Ibnu Taimijah dalam menasirkan ajat tidak banjak memakai ta'wil, terutama dalam perkara jang berhubungan dengan sifat Allah. Beliau berpendapat Allah mempunjai tangan, sebab dalam Qur'an ada disebut : ,,Bikinlah perahu dengan wahju kami dan dihadapan mata kami".
     Ibnu Taimijah pertjaja bahwa Allah turun kelangit dunia sepertiga malam, setelah ada hadits menjebut demikian. Dia pertjaja Allah duduk{beristiwa'} di 'Arasj sebab ada ajat : ,,Wallahu alal 'arsjistawwa"{mungkin maksudnya adalah ayat الرحمن على العرش استوى }. Tetapi bagaimana tangannja, matanja, duduknja, tak usah dipersoalkan. Itulah sebabnja ulama jang hanja mentjari supaja mulai naik lekas djatuh. Memfitnahkannja dan membusukkannja dan menuduhnja berfaham ,,mudjassamah" : mempertjajai Allah bertubuh besar. Sebab itulah dia dituduh kafir. Tetapi kalau terdjadi perdebatan berhadap-hadapan, tak ada Ulama jang sanggup menentangnja. Seorang diantara Ulama jang berdebat dengan dia sampai mengaku dan insaf ialah; Alqadhi 'Imamuddin Al Qazwiini. Beliau berkata : ,,Barang siapa menuduh bahwa paham Ibnu Taimijah salah, orang itu mesti mendjadi lawan saja".
     Mulailah namanja mendjadi buah mulut sedjak ia mengeluarkan fatwa di Himah pada tahun 698, mendjawab pertanjaan tentang Allah Ta'ala duduk di 'Arasj ; fatwa itu ada disebut dalam kitab Fatawa Ibnu Taimijah Al Kubraa.
     Dalam tahun 699, ketika Gazan radja Tartar menjerang Damsjik, ia ikut mendjadi tentara dipihak Sulthan Nashir Muhammad bin Qalaun.
     Ibnu Qalaun kalah, Damsjik dimiliki oleh Gazan. Tetapi Ibnu Qalaun atas fatwa Ibnu Taimijah meneruskan peperangan hingga menang. Ibnu Taimijah terus djadi tentara.
     Dalam tahun 705 ia ikut memerangi Mazhab Nashirijah, jang beri'tikad bahwa Saidina Ali Nabi Allah djuga. Tetapi dalam tahun itu djuga ia dipanggil ke Mesir untuk memaksanja taubat ! Sebab ia dituduh berfaham bahwa Allah bertubuh sebagai machluk. Dalam perdebatan Ulama2 lawannja kalah, tetapi ia masuk djuga kedalam pendjara Qala'ah di Mesir satahun lamanja. Karena Ulama2 jang djadi lawanja memegang kekuasaan.
     Tahun 707 diadakan lagi madjelis Ulama, karena ia menentang adjaran tasauf ittihadijah jang menjatakan Allah bisa ,,hulul" (bertempat) dalam tubuh machluk. Ia dikirim kembali ke Sjam, disana dimasukkan kedalam pendjara, sehingga meringkuk setahun setengah lamanja. Setelah itu dikirim pula ke Iskandarijah dan dikurung disana delapan bulan. Karena sikapnja jang terus terang, ia dikasihi oleh Nashir Qalaun, bahkan baginda sudi menangkap musuh2nja jang selalu memfitnahnja, tetapi dilarangnja. Tahun 712 ia dibawa Nashir kembali ke Sjam, disana ia diterima rakjat dengan gembira, sebab lebih tudjuh tahun meninggalkan kota Damsjik; dari pendjara kependjara.
     Dalam tahun 712 djuga baru sadja tiba di Damsjik, ia disanggah lagi oleh Ulama2 lain, karena berfatwa, bahwa thalak tiga dimadjelis jang satu, hanja satu jang djatuh.
     Dilarang berfatwa ia mengarang, karangannja lebih berisi, tidak tersangkut-sangkut. Fatwanja perkara thalak sebagai dahulu djuga. Sehingga tahun 710 ditangkap kembali dan dimasukkan kedalam pendjara lamanja lima bulan delapan hari. Diperdebatkan oleh Ulama, tetapi ia tak bergeser dari pendiriannja.
     Setelah keluar dari pendjara keluar pula fatwanja melarang ziarah kemesdjid atau kubur keramat, ketjuali ke Makkah dan Madinah dan Baitul Muqaddas. Waktu itu ributlah Ulama2: jang djudjur menfatwakan bahwa itu hanja kesalahan idjtihaad, sebab itu ia patut dimaafkan. Tetapi jang lainnja minta ia dihukum sebab mengatjau, sehingga dimasukkan kependjara pada tahun 726 bersama beberapa orang pengikutnja.
   Tidak beberapa lama kemudian, kawan2nja dilepaskan, ketjuali jang paling setia jang selalu menjelenggarakannja itu, jaitu muridnja jang terkenal Samsuddin Muhammad bin Abil Barakat Ibnul Qajjim Al Djauzijah.
     Dua puluh bulan lamanja dalam pendjara dan waktu itulah ia meninggal sebagai jang dilukiskan diatas. Setelah ia meninggal barulah dilepaskan muridnja Ibnul Qajjim: beliau inilah jang menjampaikan tjita2nja dan menjiarkan fahamnja setelah Taimijah mati, dengan karangan2nja jang penting.
     Sifat Ibnu Taimijah sangat keras tak pandai berhalus-halus, bentji kepada pengambil muka pada orang2 jang berkuasa. Tabiatnja itu sama kerasnja dengan Said Djamaluddin Al Afghani.
     Menurut penjelidikan ahli ilmu djawa, sifat lemah lembut biasa mereka dapat kalau mereka beristeri. Tetapi sebagai jang tadi dikatakan, beliau2 itu tak pernah kawin selama hidupnja.

HAMKA, Lembaga Hikmat, 1959, hal 134-141
Selesai ditulis ulang pada 2 April 2019
Oleh: Genta Buana Al-Bantany

No comments:

Post a Comment