[Bagaimana Jika Seorang Makmum Masbuq Dalam Shalat Gerhana?] #MazhabSyafii
Oleh: Ustadz Nur Fajri Ramadhan
Jika seseorang masbuq pada shalat gerhana, maka ada beberapa kasus:
Kasus Pertama:
Jika ia bergabung saat imam membaca surat setelah Al-Fatihah di berdiri pertama pada raka’at pertama, maka jelas ia cukup segera membaca Al-Fatihah (dianjurkan juga membaca ta’awwudz dan iftitah jika cukup waktu), kemudian nanti salam bersama imam.
Kasus Kedua:
Jika ia bergabung saat imam sedang ruku’ pertama di raka’at pertama, maka ia cukup segera bertakbiratul ihram dalam kondisi berdiri, lalu bertakbir dan ruku’. Tentu ia dimaafkan, tidak perlu membaca Al-Fatihah. Nanti ia juga salam bersama imam.
Kasus pertama dan kedua ini sama persis seperti kondisi makmum masbuq di shalat-shalat jama’ah lainnya.
Kasus Ketiga:
Jika ia baru bergabung saat imam sudah berdiri yang kedua di raka’at pertama (dalam kondisi membaca Al-Fatihah atau surat setelah Al-Fatihah) atau malah sudah di gerakan lain setelahnya tetapi masih dalam lingkup raka’at pertama, maka ia meskipun segera masuk bergabung shalat, ia dianggap telah tertinggal raka’at pertama menurut pendapat resmi Mazhab Syafi’i. Setelah imam salam di akhir shalat nantinya, ia bangkit menunaikan seraka’at lagi dengan dua kali berdiri dan dua kali ruku’ kemudian baru salam.
Kasus Keempat:
Seperti kasus pertama dan kedua, tetapi terjadi di raka’at kedua, maka konsekuensinya sama seperti kasus ketiga.
Kasus Kelima:
Seperti kasus ketiga, tetapi terjadi di raka’at kedua. Dalam hal ini, setelah imam salam di akhir shalat, ia bangkit menunaikan dua raka’at dengan masing-masing terdiri dari dua kali berdiri dan dua kali ruku’.
Mengenai hal di atas Al-Imam An-Nawawi (w. 1277 M) meringkas penjelasan Al-Imam Asy-Syafi’i (w. 820 M) radhiyallahu ‘anhu [lihat: Mukhtashar Al-Buwathi hlm. 193-194, Al-Bayan (II/667-668), & Raudhah Ath-Thalibin (II/86)] dengan mengatakan:
وَمَنْ أَدْرَكَ الْإِمَامَ فِيْ رُكُوْعٍ أَوَّلَ، أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ، أَوْ فِيْ ثَانٍ أَوْ قِيَامٍ ثَانٍ، فَلَا فِيْ الْأَظْهَرِ
“Barangsiapa bergabung shalat sedangkan imam sedang ruku’ yang pertama dalam suatu raka’at shalat gerhana, maka ia dianggap memperoleh raka’at tersebut bersama imam.
Akan tetapi, barangsiapa bergabung shalat sedangkan imam sedang di ruku’ yang kedua atau pada berdiri yang kedua dalam suatu raka’at shalat gerhana, maka menurut pendapat yang adzhahr (lebih unggul dari dua pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i) ia dianggap tidak memperoleh raka’at tersebut bersama imam.”
[Minhaj Ath-Thalibin hlm. 154]
Landasan hukumnya ialah karena ruku’ yang sebenarnya di setiap raka’at shalat gerhana adalah ruku’ yang pertama, bukan ruku’ yang kedua. Maka berdiri kedua dan ruku’ kedua dalam suatu raka’at shalat gerhana hakikatnya adalah “tambahan” yang statusnya mirip dengan i’tidal dan seterusnya dalam suatu raka’at.
Buktinya adalah bahwa para ulama sepakat bahwa jika seseorang shalat gerhana hanya dengan sekali berdiri dan sekali ruku’ di masing-masing raka’at, persis sebagaimana shalat Shubuh atau shalat Jum’at (dan itulah cara shalat gerhana menurut Mazhab Hanafi), maka shalat gerhananya pun tetap sah, meski kurang afdhal dan tetap disunnahkan sujud sahwi menurut Mazhab Syafi’i.
[lihat: Tuhfatul Muhtaj (III/61), Nihayatul Muhtaj (II/405), Raddul Muhtar (II/182), & Al-Hawi Al-Kabir (II/506-507)]
Wallahu a’lam.