Friday, 21 August 2020

Tidak Bisa Dinilai dengan Uang

Tidak Bisa Dinilai dengan Uang

Hari ini (15 Agustus 2020) ada kejadian yang amat berkesan yang kualami. STNK motor milik kakakku hilang, padahal biasanya ia kantongi di dalam kantong bajunya. Saat sedang sibuk berdebat setelah mencari STNK, tiba-tiba ada orang yang mendatangi rumah, dengan baju penuh keringat seolah habis terpanggang sinar matahari.

Sunday, 21 June 2020

Pernikahan Adalah Bukti Cinta

21 Juni 2020

Aku hari ini belajar bahwa cinta dengan pernikahan adalah sesuatu yang berbeda. Bisa jadi seseorang menikah namun ia tidak mencintai pasangannya. Bisa jadi pula ia mencintai seseorang namun ia terhalang menikahi nya (sebenarnya ia mau menikahinya namun tidak bisa karena ada hal tertentu yang menghalanginya). Cinta dan pernikahan adalah sesuatu yang berbeda. Namun pernikahan adalah bukti dari cinta. Tentunya cinta yang kumaksud disini adalah cinta terhadap lawan jenis. Bukan cinta dalam katagori keluarga, atau cinta terhadap sosok idola dan panutan.

Bagaimana bisa pernikahan menjadi bukti cinta? Untuk menjawabnya kita harus mengetahui dahulu hakikat pernikahan.
Pernikahan adalah sebuah ritual atau upacara yang dilaksanakan oleh dua orang yang berbeda jenis kelaminnya  dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Setelah pernikahan, terjadilah peralihan tanggungjawab dari ayah kepada suami. Muncul hak dan kewajiban antara suami dan istri. Terjalin komitmen untuk saling menyayangi, melindungi, dan mengayomi antara suami istri sampai akhir hayat. Dengan pernikahan, hubungan badan antara laki-laki dengan perempuan menjadi sah secara agama dan hukum. Dengan pernikahan, hak dan kewajiban istri dilindungi secara hukum. Jika suami lalai akan kewajibannya, maka sang istri bisa menuntut sang suami ke pengadilan. Begitu juga sebaliknya. Perhatikanlah, betapa agungnya pernikahan itu. Lantas apa kaitannya dengan bukti cinta? Coba kamu bayangkan, manusia mana yang mau memiliki ikatan yang serumit itu tanpa didasari rasa cinta? Harus menyayangi, melindungi, dan mengayomi sampai mati. Jika ia lalai akan kewajibannya, ia bisa dituntut ke pengadilan. Bukankah itu sesuatu yang memberatkan? Karena cintalah manusia mau komitmen dengan ikatan rumit yang dinamakan pernikahan itu. Pantaslah jika pernikahan disebut sebagai bukti dari cinta, karena pernikahan begitu mengikat hubungan laki-laki dan perempuan dengan ikatan yang amat kuat. Sampai sini pahamkan kenapa pernikahan itu adalah bukti dari cinta.

"Tapi bukankah ada orang yang menikah tanpa cinta?". Benar, ada yang demikian, namun kejadian ini biasanya bermuara pada dua hal
Yang pertama, setelah menikah cinta itu tumbuh diantara keduanya.
Yang kedua, cinta tidak tumbuh diantara keduanya sehingga setelah pernikahan mereka tidak bahagia.

Sebenarnya titik tekan dari tulisan ini adalah, jika kamu mencintainya kenapa kamu tidak mau menikahinya? Kalau cinta, kamu harus siap menafkahi, melindungi, menyayangi, dan mengayominya sampai akhir hayat. Buktikan cintamu dengan pernikahan. Bukan dengan pacaran.

Genta Buana Al-Bantany

Sunday, 24 May 2020

Arti dan Tujuan Hidup Manusia

24 Mei 2020

Oleh: Genta Buana Al-Bantany

Malam telah semakin larut. Kulihat waktu pada jam tanganku menunjukkan pukul 12.43 malam. Disaat suara takbir bergema dipenjuru langit karena tengah gegap gempita mendapati hari raya Idul Fitri, aku yg berada di sudut kota Jakarta tengah berbaring di dalam kamar sambil merenung sedih memaknai arti hidup. 
lebaran Jakarta sepi

Kawan, tidak semua orang di dunia ini bahagia.
Ada diantara mereka yang hidup dengan penuh derita. Bagi seorang muslim yang paham akan agamanya, ia akan mudah menjawab bahwa waktu hidup adalah waktu mengabdi kepada Allah. Bagaimanapun keadaannya di dunia jalani saja dengan sabar dan syukur.

Thursday, 21 May 2020

Bertingkah Memalukan Saat Muda

21 Mei 2020

Saat mengigat hal bodoh yang pernah kamu lakukan tempo dulu, kamu akan malu dan berharap hal itu segera hilang dari ingatanmu. Seraya berandai-andai "coba dulu aku gak berbuat hal yang memalukan itu." Saat ini mungkin kamu beranggapan perbuatan itu adalah perilaku yang memalukan, padahal tempo dulu kamu yakin sekali perbuatan itu sangat keren dan membuat orang lain terkesan. Pikiran orang memang mudah sekali berubah ya ^.^

Tuesday, 31 March 2020

Virus Corona Adalah Teguran Untuk Manusia

Virus Corona Adalah Teguran Untuk Manusia 

Oleh: Genta Buana Al-Bantany

31 Maret 2020


Kondisi Ka'bah saat ada wabah corona

Tanggal 2 Maret 2020 diumumkan bahwa di Indonesia ada 2 orang penderita COVID-19. Jumlah penderitanya terus bertambah setiap hari. Kini pada tanggal 31 Maret 2020 ada 1528 orang yang dinyatakan positif mengidap COVID-19. Aku dan temanku Achmad terperangkap di Jakarta, kami kini tengah melakukan physical distancing di rumah, mencoba menghindar dari wabah yang tengah menjangkiti banyak orang di berbagai negara. Sudah hampir 2 minggu ini, aku dan Achmad salat berjama'ah di rumah. Kami bahkan mengganti salat Jumat dengan salat Dzuhur. Sungguh keadaan yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Ini pengalaman yang tidak akan terlupakan untukku. Pengalaman bertahan hidup di tengah pandemi COVID-19. Alhamdulillah 'ala kulli hal aku, beserta keluarga ku di Batam sana masih Allah berikan kesehatan dan perlindungan dari bahaya COVID-19.

Wednesday, 15 January 2020

Jika Masbuk Saat Salat Gerhana

[Bagaimana Jika Seorang Makmum Masbuq Dalam Shalat Gerhana?] #MazhabSyafii

Oleh: Ustadz Nur Fajri Ramadhan 

Jika seseorang masbuq pada shalat gerhana, maka ada beberapa kasus:

Kasus Pertama:
Jika ia bergabung saat imam membaca surat setelah Al-Fatihah di berdiri pertama pada raka’at pertama, maka jelas ia cukup segera membaca Al-Fatihah (dianjurkan juga membaca ta’awwudz dan iftitah jika cukup waktu), kemudian nanti salam bersama imam.

Kasus Kedua:
Jika ia bergabung saat imam sedang ruku’ pertama di raka’at pertama, maka ia cukup segera  bertakbiratul ihram dalam kondisi berdiri, lalu bertakbir dan ruku’. Tentu ia dimaafkan, tidak perlu membaca Al-Fatihah. Nanti ia juga salam bersama imam.

Kasus pertama dan kedua ini sama persis seperti kondisi makmum masbuq di shalat-shalat jama’ah lainnya.

Kasus Ketiga:
Jika ia baru bergabung saat imam sudah berdiri yang kedua di raka’at pertama (dalam kondisi membaca Al-Fatihah atau surat setelah Al-Fatihah) atau malah sudah di gerakan lain setelahnya tetapi masih dalam lingkup raka’at pertama, maka ia meskipun segera masuk bergabung shalat, ia dianggap telah tertinggal raka’at pertama menurut pendapat resmi Mazhab Syafi’i. Setelah imam salam di akhir shalat nantinya, ia bangkit menunaikan seraka’at lagi dengan dua kali berdiri dan dua kali ruku’ kemudian baru salam.

Kasus Keempat:
Seperti kasus pertama dan kedua, tetapi terjadi di raka’at kedua, maka konsekuensinya sama seperti kasus ketiga.

Kasus Kelima:
Seperti kasus ketiga, tetapi terjadi di raka’at kedua. Dalam hal ini, setelah imam salam di akhir shalat, ia bangkit menunaikan dua raka’at dengan masing-masing terdiri dari dua kali berdiri dan dua kali ruku’.

Mengenai hal di atas Al-Imam An-Nawawi (w. 1277 M) meringkas penjelasan Al-Imam Asy-Syafi’i (w. 820 M) radhiyallahu ‘anhu [lihat: Mukhtashar Al-Buwathi hlm. 193-194, Al-Bayan (II/667-668), & Raudhah Ath-Thalibin (II/86)] dengan mengatakan:

وَمَنْ أَدْرَكَ الْإِمَامَ فِيْ رُكُوْعٍ أَوَّلَ، أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ، أَوْ فِيْ ثَانٍ أَوْ قِيَامٍ ثَانٍ، فَلَا فِيْ الْأَظْهَرِ

“Barangsiapa bergabung shalat sedangkan imam sedang ruku’ yang pertama dalam suatu raka’at shalat gerhana, maka ia dianggap memperoleh raka’at tersebut bersama imam.
 
Akan tetapi, barangsiapa bergabung shalat sedangkan imam sedang di ruku’ yang kedua atau pada berdiri yang kedua dalam suatu raka’at shalat gerhana, maka menurut pendapat yang adzhahr (lebih unggul dari dua pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i) ia dianggap tidak memperoleh raka’at tersebut bersama imam.” 

[Minhaj Ath-Thalibin hlm. 154]

Landasan hukumnya ialah karena ruku’ yang sebenarnya di setiap raka’at shalat gerhana adalah ruku’ yang pertama, bukan ruku’ yang kedua. Maka berdiri kedua dan ruku’ kedua dalam suatu raka’at shalat gerhana hakikatnya adalah “tambahan” yang statusnya mirip dengan i’tidal dan seterusnya dalam suatu raka’at. 

Buktinya adalah bahwa para ulama sepakat bahwa jika seseorang shalat gerhana hanya dengan sekali berdiri dan sekali ruku’ di masing-masing raka’at, persis sebagaimana shalat Shubuh atau shalat Jum’at (dan itulah cara shalat gerhana menurut Mazhab Hanafi), maka shalat gerhananya pun tetap sah, meski kurang afdhal dan tetap disunnahkan sujud sahwi menurut Mazhab Syafi’i. 

[lihat: Tuhfatul Muhtaj (III/61), Nihayatul Muhtaj (II/405), Raddul Muhtar (II/182), & Al-Hawi Al-Kabir (II/506-507)]

Wallahu a’lam.